Rabu, 27 Februari 2008

SEINDAHMU....


(Sebuah puisi untuk Ninie Tina Harun Kabier )

Kau bilang kau bahagia
Duduk disofa dan menikmati hidup
Walau dimalam sepi kau sunyi
Kau tetap saja tersenyum

Siapa yang bisa protes,
Ketika semua terasa cukup
dan kamar 5 x 5 seperti dunia..
“Apa yang bisa lebih nikmat dari ini”,
kau bilang
Hidup adalah masalah bagaimana menikmati
Bukan bagaimana menguasai

Dan kau terus belajar..
Menganggap semua mengasyikkan,
Setiap pribadi adalah anugerah..
Membuatku bahkan tak sanggup bercermin

Dan ketika kau terus memukau
dari atas sofa kecil itu
menikmati setiap detik dari hidupmu..
Aku hanya bisa berkata,
“Oh, andai aku seindahmu”

Bukan Kisah Nyata


( a short story by me)

“Bagaimana pak?”
“ Bagaimana apanya?”
“Tulisan saya…”
“Uh, maaf, memangnya Nona pernah mengirimkan apa?”
Yasta mengernyitkan dahinya, “Kemarin.. kemarin saya berikan satu bundel tulisan dalam amplop coklat,” katanya setengah putus asa.
Bapak usia 30-an itu tidak kalah bingungnya, “A.. mplop coklat?” tanyanya ragu, “Kemarin saya menerima banyak sekali amplop coklat.. mana mungkin saya buka satu-satu?”
Yasta menelan ludahnya, tak mampu membayangkan kalimat selanjutnya.
“Bagaimana ya? Maklum aja neng, disini banyak orang mondar-mandir. Mungkin aja nggak sengaja terbawa…” katanya agak tidak enak. “Tapi jangan khawatir neng, besok masih ada kesempatan… lebih baik neng ambil kopiannya dirumah, trus kesini lagi..”

Cewek itu terpaku. Kopian apa? Dia sama sekali tidak membuat back-up dokumennya, dan tulisan itu dia print pakai tinta pinjam dari temannya yang super pelit (well, tidak bisa dibilang teman!), dan uang untuk membeli amplop coklat itu adalah keping terakhirnya. Jadi, tolong ulangi? Kopian apa?
Ruangan itu jadi terasa seperti freezer. Yang menusuk sampai ke ulu hati. Ia ingin pergi, pergi secepatnya. Minta tolong? Mengurung diri? Membantai printernya yang miskin tinta? Apapun asal jangan ditempat ini!!
Tapi ubin-ubin yang angkuh a la mediteranian itu melahap kakinya. Begitu dalam. Membuatnya tak bisa bergerak. Menyedot semua kekuatannya. Lalu tiba-tiba mereka berputar. Berputar-putar terus membuat pusing. Lebih kencang dari gasing manapun. Wajah ibunya tiba-tiba bergabung. Ikut berputar. Tapi dia tak tersenyum. Dia melayang-layang begitu saja. Dengan wajahnya yang kecewa. Lalu ingatannya meluas.
Ada jendela yang terbuka, bahu-bahu yang membelakang, tas ransel besar, jalan aspal yang panjang, Arakan awan, dan suara langkah kaki bercampur isakan tangis.

Kalau saja langit biru adalah kertas besar, dan mataku adalah pena-nya,
Aku akan berdiri disini sambil memandangnya siang dan malam
sampai siang lagi berganti pagi
Tak peduli mata perih tersengat terik dan air mata mengucur hebat
Sampai suatu saat semua orang didunia ini bisa melihat apa yang kupercaya..
Lalu ibuku bisa melihatmu dengan tidak sengaja, dibalik tali-tali jemurannya.
Semua punggung yang membalik akan menghadap, dan walaupun tak tersenyum,
Mereka pasti tahu aku tak berbohong…


Yasta - Seorang penulis cewek yang gagal akhirnya memutuskan untuk memulai tulisan barunya. Sebenarnya agak susah baginya menulis lagi, dia sudah terlalu capek dan putus asa menerima tolakan demi tolakan dari penerbit, production house, atau lainnya. Dia sempat berhenti dari kegiatan ini, sampai akhirnya ia memutuskan untuk untuk menulis kisah tentang dirinya sendiri.
Pertama Yasta benar-benar menulis kisah yang sesungguhnya lebih seperti biografi. Tapi kemudian ditengah perjalanan menulisnya, ia mencoba membaca tulisannya sendiri dan terkejut.

Ia tak menyukai kisah hidupnya. Terlalu monoton, menyedihkan dan membosankan. Lagipula ia tak tega membayangkan bahwa ternyata selama ini ia hanya menyia-nyiakan hidupnya dalam karier dan cinta. Lalu Yasta-pun mulai menulis ulang kisahnya sendiri. Kisah yang menarik dan mendebarkan, sehingga membuat dirinya yang fiksi terlihat perfect dan sukses. Begitu terlarut dirinya menulis kisah itu sehingga membuat cewek itu meragukan; apakah cerita itu hanya fiksi atau nyata. Yasta tidak keluar rumah, ia hanya mengurung diri dalam kamarnya terus menulis sampai lupa makan dan minum. Ia-pun pingsan.

Yasta hidup sendiri dan ia-pun tak pandai sosialisasi sehingga tetangga atau temannya hampir tidak ada. Tak heran, tak ada yang tahu kondisi Yasta yang pingsan itu. Malam itu, Yasta mengalami mimpi aneh yang penuh cahaya putih. Absurd dan tak bisa dijelaskan. Sayup-sayup ia mendengar sesuatu.

You can feel what you cannot feel
You can touch what you cannot touch
You can be what you cannot be
Just touch the white light

Kata-kata itu mengalun membentuk lagu. Terngiang-ngiang dikupingnya. Lagi dan lagi. Berteriak-teriak dalam nada yang tak beraturan. Ingin rasanya ia menghentikan suara itu. Tapi tak bisa. Dia seperti tenggelam dengan tangan terikat. Lalu pelan-pelan nada itu mulai menempel dalam benaknya. Mulutnya ikut bernyanyi dalam irama yang acak. Lupa ia akan tulisan yang hilang itu. Tak ingat lagi berapa air mata yang keluar saat ia tahu tulisannya terkena virus. Melangkah pergi menuju cahaya. Melangkah terlalu jauh.

Jam 5 pagi, Yasta akhirnya sadar oleh kibasan ekor kucing tetangga yang melangkahi dirinya tepat dihidung. Ia-pun bangun seperti tak terjadi apa-apa, tapi ketika ia tak sengaja menemukan bayangannya di cermin besarnya dikamar mandi. Ia terkejut. Itu bukan dirinya! Tubuhnya tak berukuran 170 cm/50 kg, ia tak berambut panjang indah, dan kulitnya tak semulus itu. Bayangan itu begitu menarik, sehingga membuat dirinya meloncat ketakutan.

Hei! Siapa bayangan yang ada didalam sana?
Apakah dirinya telah mati?
Kenapa ia bersikap seolah-olah dia adalah dirinya?
Dia tak mungkin secantik ini! Bahkan apabila ia benar-benar telah menjadi hantu!

Yasta-pun keluar rumah, untuk mendapatkan jawaban itu. Tapi ia belum mati, buktinya tetangganya menyadari kehadirannya, mata mereka melotot - melekat - begitu terpesona menyelidik setiap bagian dirinya, dan tanpa disangka-sangka menyapanya begitu ramah dengan namanya - YASTA (padahal fisiknya jelas berbeda), bahkan mereka mengundangnya kerumah.
“Yasta… ayo ke rumah ibu, ada puding coklat!”
“Neng, dirumah ibu ada banyak buah.. neng bisa bebas mau makan yang mana…’

Yasta tak percaya akan hal ini. Seumur hidup tetangganya tak pernah sudi menegurnya, sekarang ditawari buah? Tapi bukan itu saja. Kejadian-kejadian yang hebat dan spektakuler-pun selanjutnya terjadi berturut-turut. Petugas Bank datang membawa mobil hadiah undian menabung, seorang pria tak dikenal menghampirinya dan memohon agar ia mau menjual naskahnya yang mana saja untuk dibuat film, Para pemilik butik mahal berturut-turut datang dan memohonnya datang ke toko mereka. Mereka mau membayar berapa saja, asal Yasta mau membuat konsep iklan untuk mereka. Wow!

Yasta bahagia. Bahagia sekali. Tapi rasa takut lebih menguasai dirinya. Sepertinya Yasta mengenal kejadian-kejadian itu. Dalam ketakutannya ia segera pulang, dan mendapati bahwa kisah fiksi-nya sekarang telah mengambil alih dunia nyata-nya.
Dengan kata lain, ia benar-benar telah menjelma menjadi sosok yang ditulisnya. Bagaimana ini bisa terjadi? Ia tidak tahu.

Yasta belum juga menemukan jawabannya, sampai akhirnya ia memutuskan untuk menikmati hidup barunya tanpa banyak tanya.
Ia mengalami banyak hal-hal hebat yang membuatnya merasa begitu berharga.

Suatu ketika, disaat dia sudah merasa begitu nyaman, tiba-tiba saja orang-orang disekelilingnya membeku seperti es. Tidak ada satupun orang yang bergerak di kota itu. Yasta bingung dan panik.

Hidup Yasta yang sekarang berlangsung karena cerita yang ia tulis, dan karena cerita itu belum selesai - maka hidupnya-pun baru sampai situ. Orang-orang disekelilingnya berhenti beraktifitas, dan waktu serasa berhenti sampai cerita itu dilanjutkan. Dengan kata lain, Yasta harus kembali menulis.

Menulis kini, bukanlah hal yang mudah untuknya. Mungkin karena kehidupannya yang sudah terlalu nyaman dan perfect sehingga ia tak tahu apalagi yang harus ia miliki. Namun akhirnya ia berhasil menulis cukup banyak, dan orang-orang disekitarnya hidup normal lagi. Begitu berulang-ulang. Mulai membosankan.

Suatu saat ia benar-benar stuck dan tak bisa berpikir, ia tak tahu lagi apa yang harus ditulisnya. Kehidupan disekitarnya berhenti untuk waktu yang lama. Ia-pun berjalan-jalan dikota mati, dimana manusianya semua membeku seperti es kecuali dirinya. Sesaat ia rindukan kehidupannya yang sunyi seperti dulu, tak ada teman dan siapapun kecuali dirinya. Yasta dengan bebas bisa makan eskrim di Supermarket, tiduran ditengah jalan, menjahili orang-orang yang membeku sampai akhirnya mulai berbuat chaos dan hal-hal yang gila. Tapi rasa sepi itu semakin menghujam dan itu sudah tidak lucu lagi.

Yasta mencoba memancing ide agar ia bisa kembali menulis, tapi Ide itu tak kunjung datang dan ia semakin ketakutan.
Apa yang akan terjadi apabila tulisan itu tak pernah bisa dilanjutkan? Akankah ia terus-menerus terperangkap dalam kesendirian seperti ini? Bahkan ia belum menikah!!
Yasta frustasi, menyesal karena terlalu mencurahkan pikirannya untuk bermain-main dengan dunia khayalnya. Menyesal kenapa ia malah memilih untuk merubah dirinya lewat tulisan daripada kenyataan?

Tiba-tiba Yasta dikejutkan oleh seorang pria tampan. Pria itu bergerak, dan tidak beku. Ia benar-benar berbicara dengannya.
Yasta tak percaya, bagaimana mungkin ini terjadi. Apa ada lagi hal ajaib yang belum diketahuinya? Dalam keterkejutan, keduanya-pun berbicara.

Pria itu bernama FAJAR dan dia adalah seorang penulis juga. Kisah yang dialaminya sama seperti milik Yasta. Dia juga menulis ulang hidupnya, yang ternyata mempunyai alur yang sama dengan cewek itu. Dan kini ia-pun kehabisan ide, terperangkap di kekosongan tanpa tahu bagaimana harus keluar dari situ. Sama seperti Yasta, ia juga tak tahu kenapa hal ajaib ini bisa terjadi. Mereka berdua sangat terkejut sekaligus senang telah menemukan teman senasib di dunia maya yang sepi itu.

Mereka berdua bahu membahu mencari cara untuk keluar dari segala kemelut ini, dan bisa mengembalikan semua hal menjadi normal kembali. Berbagai cara mereka lakukan, termasuk mencoba menghancurkan naskah yang mereka tulis- tapi tak bisa. Naskah itu selalu kembali dan kembali muncul lagi walau mereka sudah mencoba membakarnya, merobeknya, merendamnya di air dsb. Dan satu-satunya jalan keluar adalah melanjutkan cerita itu dengan kisah yang sebenarnya. Kisah hidup mereka (yang gagal itu) sebenar-benarnya.

Tapi itu bukan hal yang mudah. Ternyata ingatan mereka tentang masa lalu, semakin lama semakin luntur. Kehidupan maya yang berhenti untuk waktu cukup lama ini telah menyedot memori mereka tentang dunia asal. Mereka berdua berusaha keras untuk mengingat serpihan-serpihan ingatan (termasuk hal-hal yang menyakitkan) dan merangkainya menjadi satu kesatuan. Yasta dan Fajar menulis berdampingan terus menerus, sampai akhirnya mereka berdua jatuh cinta.

Ketika mereka sudah semakin mengingat diri mereka- dan tulisan yang mereka tulis sudah hampir selesai, tiba-tiba Yasta dan Fajar menjadi ragu.
Akankah mereka berdua akan bertemu didunia yang sebenarnya? Kalau-pun bertemu akankah mereka saling mencintai?
Fisik yang mereka punya sekarang, bukanlah fisik yang sebenarnya.
Yasta mengaku, kalau dia tidak secantik dan semenarik ini. Fajar-pun mengaku begitu. Mereka berdua tak bisa menjamin, apakah mereka pasti masih akan mengingat kejadian ini ketika mereka kembali? Akankah mereka ingat, kebersamaan mereka?

Mereka akhirnya menyerahkan ini semua pada nasib dan menyelesaikan tulisan mereka. Menjelang tengah malam akhirnya tulisan mereka selesai berbarengan. Mereka duduk dibawah bulan, berpegangan tangan, menunggu apa yang akan terjadi.

“Apa yang akan terjadi kalau kita masih disini?”
“Tidak tahu? Mungkin aku akan memeriksa lagi apa semua yang aku tulis sudah benar..”
“Bagaimana kalau memang sudah benar, tapi kita tetap tak bisa kembali..?”
“Sesuatu membawa kita kesini, pasti sesuatu itu pula akan membawa kita pergi…”
Yasta menundukkan kepalanya dalam-dalam dengan risau, “Benar..”
Fajar tertegun, “Kamu kenapa?”
“Aku cuma takut.. kembali pada aku,”
“Maksud kamu?”
“Kayaknya semua sudah terlalu berantakan di sana…”
“Kamu menyesal? Memutuskan untuk kembali?”

Yasta semakin gundah. Kata-kata sepertinya tiba-tiba mendobrak keluar dari mulutnya yang mungil.
“Aku enggak tahu… aku takut mengambil keputusan yang salah. Di sini, aku mungkin bisa terus bahagia, asal saja aku terus menulis tentang bahagia.. sementara aku enggak tahu, apa yang telah dituliskan untuk aku, di dunia nyata?”
“Tapi ini semua palsu…” seru Fajar, “Bukannya kamu ingin kembali..”
Yasta hampir menangis, ia ingin kembali. Ingin sekali. Tapi ia tak tahu perasaan aneh yang kini menyelimuti hatinya, “I.. ya…”
“Kita lahir sebagai manusia, dan menjalani hidup yang penuh misteri… Kamu enggak pernah tahu kapan kamu akan bahagia atau menangis, dan apa yang akan terjadi selanjutnya.. tapi itulah hidup!” potong Fajar.

Yasta memejamkan matanya,
“Kita menunggu dengan jantung yang berdebar, saat-saat dimana kita akan berbahagia.. seperti anak kecil yang menantikan es krim pertamanya.. begitu bergairah!”
Fajar memandang Yasta penuh kasih dan menggengam tangannya.
“Jangan takut apa yang akan terjadi besok, kita berdua pernah kecewa dan melakukan kesalahan. Tapi bukan berarti kita enggak bisa bahagia…”

Yasta memandang kedua tangan mereka.
Fajar benar. Tak ada alasan untuk tidak kembali…
Semua orang mengalami hal yang sama. Tak tahu apa yang akan terjadi hari ini dan besok pagi. Paling tidak ia tidak sendirian. Ia berjanji akan menunggu hidupnya berjalan, penuh pengharapan. Jauh lebih bergairah dari anak kecil yang menantikan es krim pertamanya.

Waktu terus berlalu, dan mereka masih disitu. Sempat mereka khawatir, jangan-jangan ini adalah hukuman yang harus mereka jalani selamanya. Mereka sungguh ingin kembali.
Akhirnya menjelang subuh, keajaiban itu datang. Sebuah sinar putih memancar dan menyambar keseluruh kota dalam sekali sentakan. Mendadak semua menjadi putih. Putih yang begitu syahdu dan menghipnotis.

You can feel what you cannot feel
You can touch what you cannot touch
You can be what you cannot be
Just touch the white light


Genggaman tangan mereka-pun semakin lama semakin tak bervolume. Seperti titik-titik transparan yang siap berpendar dalam udara. Mereka memandang satu sama lain dengan sedih, tapi sebelum ada kata yang terucap. Yasta dan Fajar sudah lenyap dalam kumparan debu.

Yasta bangun, dengan kibasan ekor kucing tetangga yang lewat disamping tubuhnya. Ia berusaha mengingat-ingat lagi apa yang telah terjadi. Tapi kosong, ia tak ingat apapun.

Ia pergi ke kamar mandi, dan menangkap bayangannya dicermin. Tubuh gemuknya masih saja sama, dan rambut keritingnya? Mungkin sudah saatnya diluruskan!

Tiba-tiba telpon berdering. Ibunya yang menelpon. Entah mengapa, tiba-tiba Yasta merasakan rindu yang amat sangat pada keluarganya. Ia menangis habis-habisan, dan Ibunya pun begitu. Ia menyuruh Yasta pulang ke rumah, dan ia berjanji tak akan protes lagi pada profesi penulis yang telah Yasta pilih. Yasta menangis terharu.

Yasta pulang, dan ternyata ibunya memberi tahu bahwa teman-teman lamanya (yang dikiranya membencinya) menelponnya dan mengundangnya ke reuni sekolah. Ia-pun menyadari, ternyata tetangganya sebenarnya adalah orang-orang yang baik. Hidup Yasta jauh berubah.

Suatu ketika, dalam perjalanannya ke Supermarket, Yasta melewati sebuah toko buku besar. Di toko buku itu Yasta melihat sebuah poster besar yang mempromosikan buku baru yang berjudul, “Jangan tanya lagi apa arti hidup?”

Yasta masuk kedalam toko itu. Disitu sedang ada acara diskusi buku itu. Ia dapat melihat seorang pria bertubuh agak gemuk, berkulit kecoklatan, sedang tersenyum manis. Ia dapat membaca namanya dengan jelas di sampul buku itu,
FAJAR SURYA LINTANG. Tiba-tiba saja ia tersenyum. Entah kenapa?

- HABIS -

Musik Pengiring


Aku ada disini untukmu
Aku akan berteriak paling keras dibarisan cheerleaders
Aku akan jadi agen terbaikmu
Juga sales ter-pantang menyerahmu
Dan bila kau bahagia, aku akan turut berbangga

Aku pasti ada disini untukmu
Kau akan lihat betapa gigih aku meniti jembatan itu
Menjadi sekretaris paling giat di muka bumi
Di kala kau bosan, lelah, dan putus asaa
ku akan menghiburmu, sampai kau tertawa

Aku musik pengiring, walau bukan yang terindah

To My God Only...


Tak mengerti aku tuhan
Seperti apa hidupku besok,
Hari ini aku menahan nafas
Dan semua harap yang dipunya

Mamaku menangis,
Jantungnya berdentum
Berteriak ingin merasa nyaman
Tapi pohon masih layu

Kami bersimpuh dalam lorong gelap
Berusaha agar masih bisa menyisakan tawa
Tapi hati terus menyesak
Menyisakan ketidakpastian dan mimpi yang dilarang

Bolehkah kami hidup?
Esok hari, lusa dan hari berikutnya,
Dengan harap dan cinta
Serta kepakan ribuan burung yang mengangkasa?

Katamu, kau akan memberikan cintamu
Pada dia yang berusaha..
Lalu kami-pun menyenandungkan namamu
Menatap keatas berharap dicinta
Kami tahu, kau akan membalasnya

Debu yang Bernyanyi....


Aku terkena panah
Hatiku sakit dan berdarah
Semalam aku memandangmu,
Kalau saja aku punya sayap...

Aku terkena peluru
Mataku hampir keluar
Semalam aku memandangmu,
Kalau saja aku adalah meriam

Aku tertimpuk batu
Mengaduh, meringis, dan menangis
Semalam aku memandangmu
Saat itu jelas sekali
Kemilaumu yang berpendaran

And I am just dust who sing..

Pagi Akan Selalu Datang...


Aku selalu ingat, saat-saat aku jatuh cinta
Saat itu, sang pelukis biru baik hati menebarkan bintang-bintang yang bersinar

Aku tak pernah lupa, suara indah dari surga yang aku dengar ketika aku jatuh cinta
Melayang.. melayang.. terbang.. hmm..

Aku tak mungkin membenci, saat-saat aku jatuh cinta
Aku selalu meresapinya, dengan mata yang terpejam

Andai dunia selalu seindah ini,
aku akan terus memilih untuk menetap
Andai dunia selalu seperti ini, hmm..

Selalu beberapa detik setelah ini, air mataku akan jatuh, hatiku mengosong dan semua lenyap
Aku tahu, ini saatku untuk bangun.

Hei, Pagi akan selalu datang